Selasa, 23 Agustus 2011

Idul Fitri sebagai Hari Kemenangan?

Ramadhan adalah sekolah kepribadian pribadi bertakwa. Harapannya seusai bulan ini, terjadi perbahan yang siginifikan baik itu perilaku maupun keimanan. Namun apa yang terjadi pada diri kita ini? Berakhirnya bulan Ramadhan menjadi awal berakhirnya banyak ibadah-ibadah kita terhadap Allah SWT. Itulah kenyataannya.
Sungguh, pagi hari tanggal 1 syawal, pasti masjid musholla maupun langgar menjadi sepi. Mungkin disebabkan agenda takbiran yang sampai semalan suntuk. Atau tidak ada temannya untuk sholat dan sebagian lagi malas.  Kemudian siangnya kita makan sepenuh perut kita, seolah lupa bahwa kemarin berpuasa full 29 atau 30 hari. Sikap pun kembali seperti semula, kurang santun, akhlak tidak terpuji, marah-marah, iri dan mudah terpengaruh nafsu syaitan.
Saudaraku, jika hal ini terjadi maka rugilah kita. Bukan hari kemenangan yang kita peroleh melainkan hari kekalahan. Seharusnya menjadi insan yang putih bersih dari dosa laksana bayi yang baru lahir atau seperti kertas yang belum bertulis, namun tidak demikian. Sebagian dari kita menjadi pemikul dosa-dosa lagi dan menumbuhkan noda-noda yang membekas hati.
Kita berharap, semoga Idul Fitri tahun ini kita menjadi pemenang bukan pecundang. Pemenang untuk melanjutkan ibadah kita kepada Allah, pemenang untuk selalu berusaha berahklakul karimah dan pemenang mengalahkan hawa nafsu kita. 

Rabu, 09 Februari 2011

SURAT KARTINI

Pahlawan wanita yang satu ini dikenal karena surat-surat yang yang fenomenal. Ia pernah mengirimkan surat kepada Departemen Kesehatan, berikut ini petikan dari buku karya Asma Karimah berjudul ”Tragedi Kartini”.
Para dokter hendaklah juga diberi kesempatan untuk melengkapi pengetahuannya di Eropa. Keuntungan sangat menyolok, terutama jika diperlakukan penyelidikan yang menghendaki hubungan langsung dengan rakyat. Mereka dapat menyelidiki secara mendalam khasiat obat-obatan pribumi yang sudah sering terbukti mujarab. Jikalau seorang awam menceritakan bahwa darah cacing atau belut dapat menyembuhkan mata yang bengkak, mungkin ia akan ditertawakan. Namun adalah suatu kenyataan bahwa air kelapa dan pisang batu dapat dipakai sebagai obat. Soalnya sebetulnya sangat sederhana: penyakit-penyakit dalam negeri sebaiknya diobati oleh obat-obatan dari negeri itu sendiri. 
Telah seringkali terjadi bahwa orang-orang sakit bangsa Eropa, teristimewanya yang menderita penyakit disentri atau penyakit tropis lain, yang oleh dokter-dokter sudah dinyatakan tidak dapat disembuhkan, masih dapat ditolong oleh obat-obatan kita yang sederhana dan tidak membahayakan. Sebagai contoh belum lama, seorang gadis pribumi oleh seorang dokter dinyatakan menderita penyakit TBC kerongkongan. Dokter itu meramalkan bahwa anak itu paling lama dapat bertahan dua pekan dan akan meninggal dalam keadaan yang mengerikan.
Dalam keadaan putus asa ibunya membawanya kembali ke desa untuk diobati disana. Dan gadis itu sembuh, menjadi sehat, tidak merasa sakit lagi dan dapat berbicara kembali. Apa obatnya? Serangga-serangga kecil yang didapat di sawah, ditelan hidup-hidup dengan pisang  emas. Pengobatan yang biadab? Apa boleh buat. Bagaimanapun obat itu menolong, sedang obat dokter tidak.
            Dokter-dokter sebetulnya dapat juga mengumumkan kasus seperti itu. Tetapi mereka tidak pernah melakukan demikian. Mungkin karena akan ditertawakan oleh para sarjana?Seorang dokter bangsa bumi putera yang pengetahuannya setaraf dengan rekannya bangsa Eropa, jika yakin akan sesuatu, mestinya harus berani menyatakan dan mempertahankan keyakinannya.
           Di surat ini terlihat penguasaan Kartini terhadap realita kehidupan masyarakat saat itu. Ingin bangsanya maju dengan berkesempatan menempuh pendidikan yang lebih baik. Apa yang anda tangkap dari surat ini?


Sabtu, 27 November 2010

Sekolah dan Peradaban

Peradaban bangsa yang tinggi dan sejahtera tergantung kualitas pendidikan bangsa tersebut. Pendidikan cakupannya luas meliputi pendidikan di sekolah, keluarga, masyarakat, tempat kerja dan lain sebagainya. Di sekolah, proses pendidikan bisa dikontrol, diawasi, dinilai dan diintervensi oleh pihak diluar sekolah. Baik itu oleh pemerintah, praktisi pendidikan dan wali murid. Berbeda dengan pendidikan dalam keluarga yang secara dominan diatur orangtua. Maupun di tempat kerja yang dipimpin oleh direktur atau manajer.
Ketika sekolah diperhatikan banyak pihak, harapannya proses pendidikan menjadi bagus dan mencetak pribadi-pribadi yang mengesankan dunia. Inilah tantangan sekolah sesungguhnya yaitu bagaimana cara dan strategi mewujudkan cita-cita tersebut dengan segala sumberdaya dan fasilitas.
Ukuran peradaban tinggi dan sejahtera bukan hanya peradaban barat dengan teknologinya itu. Namun lebih substantif yaitu moral dan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai religi. Sekolah yang bervisi dan yang bersungguh-sungguhlah yang mampu mencetak pribadi-pribadi pencerah peradaban. Bagaimana dengan sekolah-sekolah kita?